Minggu, 31 Maret 2019

Gadis biasa

Gadis biasa
.
Sebelum bercerita lebih jauh untuk 30 hari ke depan.
Aku ingin menceritakan sekelumit cerita tentang seorang gadis.
Gadis yang dulu sangat aku kenal.
Gadis ini hanya seorang gadis biasa.
Gadis biasa yang sudah merasakan kerasnya kehidupan dunia.
Gadis biasa yang mempunyai mimpi besar.
Gadis biasa yang penuh ambisi pada dirinya.
Gadis biasa yang selalu pantang menyerah sebelum mencapai cita dan asanya.
Gadis biasa yang selalu ingin membanggakan keluarganya.

Ambisi gadis yang terlalu besar ini membuat dia melewati batas.
Batas asa dan cita yang selama ini dia mimpikan harus bisa dia retas.
Akhirnya semua tercapai dengan perjuangan dia yang keras.
Akhirnya dia mampu meraihnya.
Dan dia berhasil membanggakan keluarganya.

Tapi ternyata dia harus menemui kodratnya.
Kodratnya setelah dipinang oleh suaminya.
Lelaki yang sudah 7 tahun dengannya menjalin cinta.
Lelaki itu harus mengais nafkah berpindah tempat di belahan Indonesia.

Ambisi gadis ini pun melemah.
Dia tidak ingin hidup jauh dan berpisah rumah.
Demi melayani suaminya.
Demi kebahagiaan keluarga kecilnya.
Dia rela disudutkan oleh keluarganya karena sudah melepaskan cita cita yang selama ini dia perjuangkan.
Menina bobokan ijasah S2 nya.
Dan menjadi seorang istri yang hanya tinggal di rumah.

Dia tidak pernah menyesal dengan keputusannya.
Dia justru sangat bahagia.
Bahagia karena dia sudah mengikuti kata hatinya.
Membangun keluarga bahagia bersama suami dan anaknya.
Meskipun, sekarang dia sudah tidak mempunyai sesuatu yang dibanggakan pada dirinya.

Ambisi masa mudanya kini telah berubah.
Bukan lagi dengan karir cemerlang pada dirinya.
Namun lebih terhadap apa yang dia beri untuk keluarga kecilnya.
Melayani, memasak, dan mendengarkan cerita suami setiap harinya.
Mengasuh, merawat, dan menikmati perjalanan tumbuh kembang anaknya.
Untuk gadis ini, hal itu adalah puncak ambisi kebahagiaan yang tak ternilai harganya.

Jangan pandang gadis ini sebelah mata.
Jangan remehkan keputusannya.
Jangan mengasihani bahkan menyudutkannya.
Sungguh dia sudah sangat bahagia.
.
Gadis berambisi besar itu adalah dia yang sangat ku kenal.
Dia yang ada dalam diriku.
Dia adalah aku.

Rabu, 27 Maret 2019

Bali

Tepat 2 tahun kita hidup di Banjarmasin. 1 Maret 2019 suami menerima SK untuk ditempatkan di Kanwil Denpasar. Dan tepat 2 tahun lalu, 1 Maret 2017 suami juga mendapatkan SK penempatan di Kanwil Banjarmasin. Kok bisa pas 2 tahun ya. Aku juga heran, wkwk.

Gak pernah menyangka kalau celetukan kita selama ini ternyata dikabulkan oleh Allah. Kita selalu bermimpi untuk hidup di kota ini. Kota yang punya ratusan tempat untuk dieksplor. Kota yang nyaman dan bersih (dibandingkan Banjarmasin lho ya). Dan banyak orang pun juga heran kenapa suami ditempatkan disini, karena memang sebenarnya gak ada jalur kesini. Usut punya usut ternyata suami direkomendasikan oleh WPO Banjarmasin agar bisa ditempatkan disini. Asikkk. Kalau tahu begini, mungkin bulan lalu kita gak perlu liburan kesini 🤣 tapi ya sudah lah. Walaupun begitu kita sangat2 bersyukur sudah ditempatkan di kota yang indah ini. Surganya Indonesia. Ciaaaatciatciat.

Hanya selang waktu 9 hari sejak kita tahu harus pindah, dan harus sudah berada di Bali. Kita langsung ngebut buat jual barang2 dan packing semuanya. Pokoknya semua barang dibanting harga dalam waktu sesingkat2nya. Akhirnya dalam seminggu semuanya sudah laku terjual dan kardus packingan juga sudah terkirim. Alhamdulillah

Sekarang kita masih di hotel, seperti biasa kita dapat jatah 10 hari hotel. Tapi alhamdulillah di hari kedua kemarin kita sudah dapet kontrakan dan langsung belanja perabotan rumah. Everything's done. Jadi sekarang tinggal santai2 dan menunggu 15 kardus cargo yang harus dibongkar dan ditata lagi di kontrakan kita yang baru nanti.

Di penempatan kali ini, sebenernya sudah lama kita bermimpi untuk langsung membeli rumah aja, daripada uang habis untuk bayar kontrakan. Tapi ternyata properti disini harganya selangit, yang layak huni diatas 1M. Ya sudah kita kubur dulu mimpi kita, sepertinya memang harus nunggu penempatan di Jawa. Kita nikmati dulu liburan kita 2 tahun di sini, tapi semoga bisa lebih dari 2 tahun lah ya 😁
Aamiin..

Senin, 11 Maret 2019

The whole life

Kadang kita berpikir mengapa seolah2 orang lain lebih bahagia, lebih beruntung daripada kita tapi tahukah kalian tentang peejuangan hidupnya?

Tidak ada yang instan di dunia ini, semua butuh proses dan perjuangan. Mungkin beberapa orang melihat hidupku yang sekarang enak, tinggal di rumah dan bisa mengasuh anak sepuasnya, mempunyai suami super baik dan keluarga kecil yang bahagia, nongkrong dan jalan2 kesana kemari. Tapi pernahkah kalian tahu apa yang sudah kami perjuangkan sebelumnya?
Disini aku akan sedikit bercerita tentang semua perjuanganku dari aku kecil hingga sekarang aku bisa merasakan indahnya dunia yang aku impikan sejak dulu.
Mungkin bagi beberapa orang hidupku yang sekarang ini masih pas2an, karena jauh lebih banyak temanku yang lebih berhasil dengan karir mereka. Tapi sungguh, hidup seperti ini saja, sudah anugerah yang sangat harus aku syukuri.

Aku bukan berasal dari keluarga kaya, ayahku bekerja serabutan dan ibuku seorang guru. Sebenarnya ayahku mempunyai latar pendidikan seorang guru, sejak kecil hingga SMA beliau pintar sekali, selalu juara 1 di kelas dan mendapat beasiswa untuk lanjut kuliah sebagai guru bahasa inggris, kuliahnya pun bisa ikatan dinas sebagai PNS langsung, tapi sampai bertahun2 angkatan kuliah ayahku tidak ada yang dipanggil menjadi PNS, sementara gaji guru jaman dulu sangat kecil, desakan ekonomi untuk menghidupi keluarga membuat ayahku untuk bekerja di perusahaan otobus. Karena pada jaman dulu, gaji karyawan bus pun bisa 15x lipat gaji guru. Itu sebabnya ayahku tidak ingin menjadi guru dan memutuskan kerja disana.

Di masa kecilku, aku sangat jarang bertemu dengan ayahku, mungkin sebulan sekali. Karena ayahku bekerja di Boyolali, berangkat subuh pulang petang dan ibu bekerja di Salatiga. Sementara aku tinggal bersama yangti dan yangkung di asrama, bersama ibuku juga. Jadi ketika ibuku bekerja aku diasuh oleh yangti, tidak ada ingatan sama sekali tentang ayahku karena aku juga jarang bertemu beliau sehingga sampai sekarang pun aku kurang begitu dekat dengannya.
Oh ya masih ada ingatan yang membekas antara kita, yaitu ketika aku bikin bakso bersama ayahku, jajan bakso iso berdua di depan GKJ Salatiga, dan juga berjalan berdua bersama ayahku menuju bioskop membeli popcorn dan akhirnya aku tertidur ketika film usai. Rutinitas itu yang mampu aku ingat, selebihnya tidak ada kenangan masa kecil bersama ayahku.

Itulah kenapa aku tidak ingin mengulangi masa kecilku tersebut pada anakku. Aku ingin dia mengenal sosok ayahnya, ayah yang begitu sayang dan mencintainya. Sehingga aku pun memutuskan untuk resign kerja dan ikut tinggal serumah bersama suamiku. Kita tidak bisa memilih dari keluarga mana kita dilahirkan, tapi kita bisa menentukan keluarga seperti apa yang kita inginkan. Keluarga adalah satu kesatuan yang tidak boleh terpisahkan menurutku, itu kenapa aku memilih untuk selalu bersama dengan suamiku dimanapun dia bertugas, demi kebahagiaan anakku.

Dari kecil hingga kelas 6 SD aku tinggal bersama nenekku, bertemu ibuku di siang hari selepas dia bekerja. Di masa kecilku aku sudah dilatih untuk mandiri, bahkan sewaktu TK aku sudah bisa pulang sekolah sendiri, padahal jarak sekolah dan rumah lumayan jauh dan harus menyebrang jalan Jendral Sudirman Salatiga yang lumayan lebar (ada yang nyebrangin sih 😁). Aku sudah diberi uang saku dan membeli jajan sendiri di kantin TK. Uang sakunya cuma 100 perak wkwk. Dapet permen 4 biji kalau jaman dulu, gorengan masih 50 rupiah sebiji.

Sejak kelas 1 SD aku sudah diikutkan les di sanggar tari, awal2 diantar oleh ibuku dan ditunggu. Namun ketika kelas 2 SD aku sudah disuruh untuk berangkat sendiri, naik angkutan umum dengan jarak lumayan jauh sekitar 5 km an dari rumah. Jadi waktu kelas 2 SD aku sudah bisa naik angkot dan menyebrang jalan sendiri, itu umurku sekitar 7 tahun. Karena aku masuk SD sekitar umur 5 tahun. Jaman dulu kan udah boleh yaaa masuk SD di bawah umur.

Jadi memang dari kecil aku sudah dilatih untuk mandiri dan berani, mengerjakan semuanya sendiri meskipun ada orang tua yang sebenarnya bisa menemani. Setiap 4 bulan sekali selalu diadakan pentas tari di GPD Salatiga dan dibuka untuk umum. Namun aku bukanlah anak yang suka hal semacam itu, meskipun piagamku banyak dan bisa puluhan tarian, minatku tidak disana sehingga aku pun cuma sebatas les di sanggar tidak pernah ikut lomba sama sekali. Paling lomba 17an dan ikut menari di nikahan orang wkwk.

Akhirnya waktu aku kelas 5 SD, aku diam2 berbohong tidak pernah berangkat les lagi, aku selalu gunakan uang lesnya untuk membeli pernik2 pita di dekat tempat lesku. Selama 3 bulan aku seperti itu, pura2 berangkat les padahal main. Akhirnya aku jujur pada ibuku, aku tidak suka menari dan aku ingin berhenti les. Ibuku pun setuju. Sungguh saat itu aku sangat bahagia.

Setelah aku keluar dari les tari, aku diikutkan les mapel di tempat teman ibuku. Dulunya aku murid biasa aja, masih rangking 10 besar sih meskipun gak pernah belajar. Tapi sejak aku ikut les mapel itu, aku jadi semangat untuk belajar dan sejak itu aku bisa masuk rangking 3 besar terus dan akhirnya aku bisa masuk di SMP favorit di Salatiga.

Aku bukan anak yang supel dan mudah bergaul, mungkin karena latar belakangku dari keluarga yang biasas saja, jadi aku takut untuk menjadi pusat perhatian. Aku lebih suka menarik diri dari orang baru, dan kurang pandai bergaul. Tapi jika bersama orang2 terdekat aku bisa berani dan tidak tahu malu wkwk. Waktu hidup di asrama, teman sebayaku adalah 3 cowok, Ardi, Indra, dan mas Dwi. Setiap hari aku bermain bersama mereka, dari lahir hingga aku SD. Itu kenapa aku hampir seperti cowok sekarang, karena lingkungan yang membentukku seperti itu.

Meskipun dari luar aku nampak "mentel", kalem, keibuan, tapi itu hanyalah fisik semata. Karena dari SD aku sudah jago memanjat pohon, ceburan di kolam lele, mandi di pancuran sama cowok2, hujan2an di sungai, sepedaan keliling Salatiga, main betengan, kelereng, dll. Lingkungan menjadikanku layaknya pria. Jadi entah kenapa aku benci kalau melihat cewek yang manja, yang gak bisa apa2, gak mandiri dan cuma bisa dandan sama foto2 doang. Rasanya pengen kupites 😂

Lanjut yah ceritanya...
Sekitar kelas 6 semester 2, asrama tempat tinggalku akan ditutup. Kalau kalian orang Salatiga, asramaku ada di Jln Jendral Sudirman, bawah Superindo, depan Pujasera. Sedih sekali harus meninggalkan tempat itu, rumah yang menjadi saksi kehidupan masa kecilku, karena aku harus pindah ke Boyolali bersama ayahku dan berpisah dengan nenekku yang biasa hidup bersamaku. Nenek yang begitu baik dan gak pernah memarahiku.

Di Boyolali ayah dan ibuku akan membangun rumah yang swmpai sekarang mereka tempati. Namun sebelum rumah itu selesai dibangun, aku harus tinggal di rumah nenek dari ayahku, yang letaknya gak jauh dari rumah. Saat akhir kelulusan SD aku sudah tinggal di Boyolali bersama nenek dari ayahku dan tanteku. Nenek orang yang keras, setiap pagi jam 4 aku sudah bangun pagi untuk menimba air, mengisi gentong air untuk masak dan mencuci piring seluruh keluarga (nenek, tante, ayah dan ibuku). Padahal di rumah nenek Salatiga dulu aku sama sekali tidak dibebani pekerjaan rumah 😭

Semenjak kita pindah ke Boyolali, hidupku berubah dari kebahagiaan menjadi kesedihan hiks. Setiap hari aku harus bangun jam 4 untuk menimba air dan mencuci piring, berangkat sekolah pukul 5.30 dan sampai sekolah masih telat dan dimarahi guru. Pada waktu itu aku duduk di bangku kelas 6 SD dimana selalu ada jam tambahan pagi masuk sekolah pukul 06.00 sementara jarak rumah ke sekolahku lebih dari 15 km dan harus naik bis kemudian oper angkot. Jadi meskupun sudah berangkat pukul 05.30 aku tetep selalu telat. Sedihnyaaaaa. Di bus pun aku gak pernah dapat tempat duduk, selalu penuh dengan ibu2 pedagang pasar pagi. Aku yang berseragam bersih dan ibuku yang berseragam kantor sembari menggendong adekku yang masih balita berjubelan dengan ibu2 pedagang sayur yang belum mandi demi bekerja berangkat sekolah. Setiap hari seperti itu, padahal teman2ku yang lain mungkin masih bangun dari tidurnya, adekku yang kala itu masih balita juga kasihan yaa tiap hari PP naik bus dengan perjalanan hampir 1 jam setiap hari untuk dititipkan di rumah nenekku Salatiga 😔

Akhirnya perjuanganku selama itu tidak sia2 karena aku bisa masuk SMP favorit di Salatiga. Kenapa aku tidak sekolah dekat rumah nenekku Boyolali dan malah sekolah di luar kota? Ibuku memang sangat memperhatikan pendidikan anaknya. Meskipun keadaan ekonomi kita yang kala itu tidak begitu baik, aku dipaksa untuk mendapat pendidikan terbaik di luar kota.
Itu kenapa aku tidak pindah sekolah di dekat rumah hingga aku SMA.

Hal yang menyedihkan ketika aku masuk SMP dan masih aku ingat sampai sekarang adalah tas baru. Dari kelas 5 SD aku tidak dibelikan tas, tasku hanya 1 warna merah bergambar jam dinding besar yang bisa diputar. Ketika aku masuk SMP favorit pun, tasku masih tetap sama. Sepatu pun juga hanya punya 1, dan ketika aku pulang kehujanan aku harus menjemurnya. Bahkan aku pernah melapisi kakiku dengan plastik di dalam kaos kaki karena sepatuku yang basah. Subhanallah ini bukanlah aib, tapi cerita hidup yang membawaku berproses hingga sekarang. Aku bukan tipe penuntut, aku tahu kondisi orang tuaku saat itu yang memang sedang membutuhkan banyak uang untuk membangun rumah.

Orang tuaku memang tidak pernah mengajarkanku untuk hidup berlebihan dengan hal2 materiil seperti itu. Aku sangat bersyukur, karena dengan didikan mereka yang seperti itu, sampai sekarang pun aku tidak terlalu suka shopping, membelanjakan uang untuk barang2 yang kurang penting. Belanja baju pun aku jarang, sepatu cuma itu2 aja, apalagi tas, cuma punya 2 besar dan kecil. Yang kecil itu pun milik tanteku dulu yang sudah meninggal, kulit asli jadi walaupun sudah puluhan tahun tetap ciamik tasnya. Entah mungkin karena sewaktu kecil aku gaul sama cowok2 jadi mungkin sangat sedikit sifat2 wanita dalam diriku ini. Wkwkwk

Meskipun orang tuaku sangat jarang membelikanku baju, tas, sepatu, dll. Mereka selalu memberikan bekal kehidupan terbaik bagiku, mereka mengajariku untuk hidup mandiri, memasukkan ke sanggar tari, mengikutkan lomba ini itu, menyuruhku les ini itu yang ternyata bermanfaat hingga sekarang. Lebih dari sekedar baju maupun mainan mahal. And I'm pretty sure for this statement.

Dari SMP hingga SMA aku diikutkan les bahasa inggris dan berenang. Les bahasa inggris yang gurunya super baik, mengajariku dari nol hingga aku bisa, hingga waktu SMP nilai UN bahasa inggrisku cuma salah 1 doang 🤣 percayalah SMPku sangat ketat dan aku masih cupu jadi gak ada contek mencontek diantara kita. Wkwkwk

Waktu les berenang pun, aku yang dulunya takut masuk kolam renang bisa masuk klub renang di salah satu hotel di Salatiga. Setiap minggu aku les berenang, setiap hari Kamis setelah pulang sekolah. Bahkan ketika hujan petir dan yang datang hanya aku seorang aku tetap disuruh berenang bolak balik oleh pelatihku. Can you imagine?? Hujan deras, badan berasa dilempar batu di dalam air karena terkena air hujan, petir kilat menyambar2, gak ada orang di dalam kolam, dan aku tetap harus berenang berkali2 putaran. Tapi sungguh aku bersyukur, itu yang membuat aku menjadi kuat sampai sekarang.

Hingga waktu kelas 3 SMA, ternyata ibuku hamil dan melahirkan adek yang sangat lucu. Masa itu adalah dimana aku selalu bangun pukul 02.00 untuk shalat dan belajar. Aku selalu belajar saat dini hari karena aku tidak bisa belajar jika mendengar kegaduhan disana sini wkwk. Sampai pada akhirnya, sekitar April 2009 adikku sakit parah di usianya yang masih 9 bulan. Ternyata ada kelainan pada jantung dan paru2nya. Tabungan ibu untuk biaya kuliahku yang rencana akan mengambil jurusan kedokteram pun habis sudah untuk biaya RS adikku yang gak sedikit. Karena pada saat itu belum ada BPJS dan adikku dirawat di Hermina Semarang yang gak ditanggung ASKES. Namun pada akhirnya, Allah memang lebih mencintai dia, dan adikku harus kembali padaNya. Mungkin memang itu jalan terbaik.

Pada saat kelulusan SMA dan harus melanjutkan kuliah, orang tuaku sudah tidak lagi mempunyai biaya untuk memasukkanku ke jurusan kedokteran, sehingga akupun terpaksa mengambil jurusan PGSD yang sama sekali bukan passion ku, dan kampusnya pun di UKSW. Karena memang tidak ada biaya lagi untuk kuliah di luar kota. Aku jalani kehidupan masa kuliahku dengan bahagia, karena aku memang selalu bahagia dan gak pernah menyalahkan keadaan meskipun aku sedang berada di titik terendah. Hingga akhirnya sebelum lulus ibuku menyaranku untuk lanjut kuliah S2. Aku pun dengan senang hati mengiyakannya. Karena sebenarnya aku tidak ingin menjadi guru SD wkwk.

Selama aku kuliah S1 hingga S2 aku sudah bekerja, menjadi part timer di bimbel, ngajar toddler, guru di GO, guru les privat, tapi tetep gak ada greget buat mengajar. Hanya sebatas cari uang saku buat pacaran 🤣
Nohhh pacarannya sama suamiku sekarang. Tiap gajian selalu aku traktir, sekarang dia yang gantian traktir aku seumur hidup wkwkwk. Kerjaan yang paling enak adalah jualan online, dimana laba bersih sehari dari jaman kuliah dulu, aku bisa dapat diatas 1 juta lebih, hanya sebagai dropshipper lho ini. Bukan riya mau pamer, tapi just sharing aja. Zaman sekarang cari duit gak harus keluar rumah, biarin orang lain taunya kita di rumah aja, jalan2 ngabis2in uang suami. Mereka diluar sana gak tau kalau kita di rumah juga cari duit sendiri buat happy happy hehe. Tapi karena aku bukan tipe wanita yang konsumtif banget, alhamdulillah aku bisa menabung banyak lewat deposito buat tabungan nikah dulu dan berbagi rezeki untuk orang lain.

Saat terjun ke bisnis online shop, aku merasa dari situ kebahagiaanku berawal. Di awal masuk S2 pun aku sudah bercita2 bahwa sebelum aku lulus aku harus bisa menjadi dosen, apalagi waktu itu pacarku 5 tahun sudah masuk pendidikan PPS BRI.Dari situ aku yakin kalau aku bisa sukses nantinya. Pikiran positif itu yang selalu aku tanamkan. Aku harus sukses, aku bisa sukses, aku gak mau hidup susah. Sampai pada akhirnya cita2ku terkabul dan yaaa sampai seperti ini. Ini belum seberapa, aku masih belum punya apa2 sebenernya. Banyak hal yang sudah aku korbankan. Tapi sungguh nikmat dunia ini sungguh lebih daripada cukup.

Alhamdulillah..

Jumat, 08 Maret 2019

Ibu

Ibu - wanita terkuat dan terhebat di dunia. Dia juga yang membuatku kuat sampai sekarang ini, yang mengajarkanku untuk mandiri dan bertanggung jawab terhadap keluarga kecilku sekarang. Dia sering mengeluh, tapi tetap maju dan kuat menghadapinya. Dia yang selalu bangun pagi2 sekali, berangkat kerja dengan jarak tempuh hampir 1 jam ke kantor, selalu memasak yang enak2 setiap harinya meskipun sudah sangat lelah bekerja. Dia yang tidak pernah ingin merepotkan orang lain. Dia yang selalu mandiri melakukan apapun sendiri. Dia yang sangat dan begitu murah hati.

Ya. Dia adalah ibuku. Seorang yang cerewet luar biasa tapi aku begitu menyayanginya. Tanpa didikannya yang keras aku mungkin tidak bisa kuat seperti sekarang. Ibu, semoga kamu selalu sehat dan bahagia disana. Terimakasih sudah menjadikanku wanita yang kuat dan mandiri seperti sekarang.